Sabtu, 29 April 2017
“Perjanjian Sewa Menyewa” dihadapan Notaris. – TULISAN 2
“Perjanjian Sewa Menyewa” dihadapan Notaris
A. Kronologis Kasus
Pada permulaan PT Surabaya Delta Plaza (PT SDP) dibuka dan disewakan untuk pertokoan, pihak pengelola merasa kesulitan untuk memasarkannya. Salah satu cara untuk memasarkannya adalah secara persuasif mengajak para pedagang meramaikan komplek pertokoan di pusat kota Surabaya itu. Salah seorang diantara pedagang yang menerima ajakan PT surabaya Delta Plaza adalah Tarmin Kusno, yang tinggal di Sunter-Jakarta.
Tarmin memanfaatkan ruangan seluas 888,71 M2 Lantai III itu untuk menjual perabotan rumah tangga dengan nama Combi Furniture. Empat bulan berlalu Tarmin menempati ruangan itu, pengelola SDP mengajak Tarmin membuat “Perjanjian Sewa Menyewa” dihadapan Notaris. Dua belah pihak bersepakat mengenai penggunaan ruangan, harga sewa, Service Charge, sanksi dan segala hal yang bersangkut paut dengan sewa menyewa ruangan. Tarmin bersedia membayar semua kewajibannya pada PT SDP, tiap bulan terhitung sejak Mei 1988 s/d 30 April 1998 paling lambat pembayaran disetorkan tanggal 10 dan denda 2 0/00 (dua permil) perhari untuk kelambatan pembayaran. Kesepakatan antara pengelola PT SDP dengan Tarmin dilakukan dalam Akte Notaris Stefanus Sindhunatha No. 40 Tanggal 8/8/1988.
Tetapi perjanjian antara keduanya agaknya hanya tinggal perjanjian. Kewajiban Tarmin ternyata tidak pernah dipenuhi, Tarmin menganggap kesepakatan itu sekedar formalitas, sehingga tagihan demi tagihan pengelola SDP tidak pernah dipedulikannya. Bahkan menurutnya, Akte No. 40 tersebut, tidak berlaku karena pihak SDP telah membatalkan “Gentlement agreement” dan kesempatan yang diberikan untuk menunda pembayaran. Hanya sewa ruangan, menurut Tarmin akan dibicarakan kembali di akhir tahun 1991. Namun pengelola SDP berpendapat sebaliknya. Akte No. 40 tetap berlaku dan harga sewa ruangan tetap seperti yang tercantum pada Akta tersebut.
Hingga 10 Maret 1991, Tarmin seharusnya membayar US$311.048,50 dan Rp. 12.406.279,44 kepada PT SDP. Meski kian hari jumlah uang yang harus dibayarkan untuk ruangan yang ditempatinya terus bertambah, Tarmin tetap berkeras untuk tidak membayarnya. Pengelola SDP, yang mengajak Tarmin meramaikan pertokoan itu.
Pihak pengelola SDP menutup COMBI Furniture secara paksa. Selain itu, pengelola SDP menggugat Tarmin di Pengadilan Negeri Surabaya.
B. Analisis kasus
Setelah pihak PT Surabaya Delta Plaza (PT SDP) mengajak Tarmin Kusno untuk meramaikan sekaligus berjualan di komplek pertokoan di pusat kota Surabaya, maka secara tidak langsung PT Surabaya Delta Plaza (PT SDP) telah melaksanakan kerjasama kontrak dengan Tarmin Kusno yang dibuktikan dengan membuat perjanjian sewa-menyewa di depan Notaris. Maka berdasarkan pasal 1338 BW yang menjelaskan bahwa “Suatu perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya” sehingga dengan adanya perjanjian/ikatan kontrak tersebut maka pihak PT SDP dan Tarmin Kusno mempunyai keterikatan untuk memberikan atau berbuat sesuatu sesuai dengan isi perjanjian.
Perjanjian tersebut tidak boleh dilangggar oleh kedua belah pihak, karena perjanjian yang telah dilakukan oleh PT SDP dan Tarmin Kusno tersebut dianggap sudah memenuhi syarat, sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 1320 BW.Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu hal tertentu;
4. Suatu sebab yang halal.
Perjanjian diatas bisa dikatakan sudah adanta kesepakatan, karena pihak PT SDP dan Tarmin Kusno dengan rela tanpa ada paksaan menandatangani isi perjanjian Sewa-menyewa yang diajukan oleh pihak PT SDP yang dibuktikan dihadapan Notaris.
Namun pada kenyataannya, Tarmin Kusno tidak pernah memenuhi kewajibannya untuk membayar semua kewajibannya kepada PT SDP, dia tidak pernah peduli walaupun tagihan demi tagihan yang datang kepanya, tapi dia tetap berisi keras untuk tidak membayarnya. Maka dari sini Tarmin Kusno bisa dinyatakan sebagai pihak yang melanggar perjanjian.
Dengan alasan inilah pihak PT SDP setempat melakukan penutupan COMBI Furniture secara paksa dan menggugat Tamrin Kusno di Pengadilan Negeri Surabaya. Dan jika kita kaitkan dengan Undang-undang yang ada dalam BW, tindakan Pihak PT SDP bisa dibenarkan. Dalam pasal 1240 BW, dijelaskan bahwa : Dalam pada itu si piutang adalah behak menuntut akan penghapusan segala sesuatu yang telah dibuat berlawanan dengan perikatan, dan bolehlah ia minta supaya dikuasakan oleh Hakim untuk menyuruh menghapuskan segala sesuatuyang telah dibuat tadi atas biaya si berutang; dengan tak mengurangi hak menuntut penggantian biaya, rugi dan bunga jika ada alasan untuk itu.
Dari pasal diatas, maka pihak PT SDP bisa menuntut kepada Tarmin Kusno yang tidak memenuhi suatu perikatan dan dia dapat dikenai denda untuk membayar semua tagihan bulanan kepada PT Surabaya Delta Plaza
footnote : http://ovantaxphoapomeamey9492.wordpress.com/2013/04/09/contoh-kasus-hukum-dagang/
Rangkuman Hukum Perdata - Tugas ke-2
Nama: Nadia Putri
NPM: 24215921
Kelas : 2EB19
Mata Kuliah : Aspek Hukum dalam Ekonomi
HUKUM
DAGANG
Hukum
Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara
individu-individu dalam masyarakat. Berikut beberapa pengartian dari Hukum
Perdata:
Hukum
Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum
antara orang yang satu dengan orang yang lain dengan menitik beratkan pada
kepentingan perseorangan
Hukum
Perdata adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah laku
manusia dalam memenuhi kepentingannya.
Hukum
Perdata adalah ketentuan dan peraturan yang mengatur dan membatasi kehidupan
manusia atau seseorang dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan atau kepentingan
hidupnya.
Hukum
dagang ialah hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut melakukan perdagangan
untuk memperoleh keuntungan . atau hukum yang mengatur hubungan hukum antara
manusia dan badan-badan hukum satu sama lainnya dalam lapangan perdagangan .
Hukum
dagang adalah aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan orang yang satu dan
lainnya dalam bidang perniagaan. Hukum dagang adalah hukum perdata khusus, KUH
Perdata merupakan lex generalis (hukum umum), sedangkan KUHD merupakan lex
specialis (hukum khusus). Dalam hubungannya dengan hal tersebut berlaku adagium
lex specialis derogate lex generalis (hukum khusus mengesampingkan hukum umum).
Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD)
dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPerdata, khususnya
Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPerdata.
Sistem
hukum dagang menurut arti luas dibagi 2 : tertulis dan tidak tertulis tentang
aturan perdagangan.Hukum Dagang Indonesia terutama bersumber pada :
1)
Hukum tertulis yang dikofifikasikan :
a.
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek van Koophandel Indonesia
(W.v.K)
b.
Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS) atau Burgerlijk Wetboek Indonesia (BW
2)
Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan, yaitu peraturan perundangan khusus
yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan (C.S.T.
Kansil, 1985 : 7).
Sifat
hukum dagang yang merupakan perjanjian yang mengikat pihak-pihak yang
mengadakan perjanjian.
Pada
awalnya hukum dagang berinduk pada hukum perdata. Namun, seirinbg berjalannya
waktu hukum dagang mengkodifikasi(mengumpulkan) aturan-aturan hukumnya sehingga
terciptalah Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ( KUHD ) yang sekarang telah
berdiri sendiri atau terpisah dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( KUHPer
).
Antara
KUHPerdata
dengan KUHDagang
mempunyai hubungan yang erat.
Hal
ini dapat dilihat dari isi Pasal 1KUHDagang,
yang isinya sebagai berikut:
Adapun
mengenai hubungan tersebut adalah special derogate legi generali artinya hukum
yang khusus: KUHDagang mengesampingkan hukum yang umum: KUHperdata.
Prof.
Subekti berpendapat bahwa terdapatnya KUHD disamping KUHS sekarang ini dianggap
tidak pada tempatnya. Hali ini dikarenakan hukum dagang relative sama dengan
hukum perdata. Selain itu “dagang” bukanlah suatu pengertian dalam hukum
melainkan suatu pengertian perekonomian. Pembagian hukum sipil ke dalam KUHD
hanyalah berdasarkan sejarah saja, yaitu karena dalam hukum romawi belum
terkenal peraturan-peraturan seperti yang sekarang termuat dalah KUHD, sebab
perdagangan antar Negara baru berkembang dalam abad pertengahan.
KUHD
lahir bersama KUH Perdata yaitu tahun 1847 di Negara Belanda, berdasarkan asas
konkordansi juga diberlakukan di Hindia Belanda. Setelah Indonesia merdeka
berdasarkan ketentuan pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 kedua kitab tersebut
berlaku di Indonesia. KUHD terdiri atas 2 buku, buku I berjudul perdagangan
pada umumnya, buku II berjudul Hak dan Kewajiban yang timbul karena perhubungan
kapal.
Hukum
Dagang di Indonesia bersumber pada :
1.
Hukum tertulis yang dikodifikasi yaitu :
a.
KUHD
b.
KUH Perdata
2.
hukum tertulis yang tidak dikodifikasi, yaitu peraturan perundangan khusus yang
mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan, misal UU Hak
Cipta.
Materi-materi
hukum dagang dalam beberapa bagian telah diatur dalam KUH Perdata yaitu tentang
Perikatan, seperti jual-beli,sewa-menyewa, pinjam-meminjam. Secara khusus
materi hukum dagang yang belum atau tidak diatur dalam KUHD dan KUH Perdata,
ternyata dapat ditemukan dalam berbagai peraturan khusus yang belum
dikodifikasi seperti tentang koperasi, perusahaan negara, hak cipta dll.
Hukum
Dagang (KUHD)
1.
Hubungan Hukum Perdata dengan Hukum Dagang
Hukum
dagang adalah hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan.
Hukum perdata diatur dalam KUH Perdata dan Hukum Dagang diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Kesimpulan ini sekaligus menunjukkan
bagaimana hubungan antara hukum dagang dan hukum perdata. Hukum perdata
merupakan hukum umum (lex generalis) dan hukum dagang merupakan hukum khusus
(lex specialis). Dengan diketahuinya sifat dari kedua kelompok hukum tersebut,
maka dapat disimpulkan keterhubungannya sebagai lex specialis derogat lex
generalis, artinya hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang
bersifat umum. Adagium ini dapat disimpulkan dari pasal 1 Kitab undang-Undang
Hukum Dagang yang pada pokoknya menyatakan bahwa: “Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata seberapa jauh dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak khusus
diadakan penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang
disinggung dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Hubungan
antara KUHD dengan KUH perdata adalah sangat erat, hal ini dapat dimengerti
karena memang semula kedua hukum tersebut terdapat dalam satu kodefikasi.
Pemisahan keduanya hanyalah karena perkembangan hukum dagang itu sendiri dalam
mengatur pergaulan internasional dalam hal perniagaan.
Hukum
Dagang merupakan bagian dari Hukum Perdata, atau dengan kata lain Hukum Dagang
meruapkan perluasan dari Hukum Perdata. Untuk itu berlangsung asas Lex
Specialis dan Lex Generalis, yang artinya ketentuan atau hukum khusus dapat
mengesampingkan ketentuan atau hukum umum. KUHPerdata (KUHS) dapat juga
dipergunakan dalam hal yang daitur dalam KUHDagang sepanjang KUHD tidak
mengaturnya secara khusus.
HUKUM HUTANG PIUTANG
·
Utang adalah
kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalamsecara
langsung maupun yang akan timbul dikemudian hari, yang timbul karena perjanjian
atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh Debitur dan bila tidak dipenuhi
member hak kepada kreditur untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan
Debitur. Piutang adalah tagihan (klaim) dari Kreditur kepada Debitur atas Uang,
barang atau jasa yang ditentukan dan bila Debitur tidak mampu memenuhi maka
Kreditur berhak untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaanDebitur.
·
Pengertian Utang
Piutang sama dengan perjanjian pinjam yang dijumpai dalam ketentuan kitab Undang-Undang
Hukum Perdata pasal 1721yang berbunyi: “pinjam
meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada
pihak yang lain suatu jumlah barang tertentu dan habis karna pemakaian,dengan
syarat bahwa yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari
macam keadaan pula”
HUKUM KONTRAK DAGANG
Berdasarkan
Pasal 1338 ayat (1) jelas bahwa perjanjian yang mengikat hanyalah perjanjian
yang sah yaitu haruslah memenuhi persyaratan yuridis tertentu, Supaya sah
pembuatan perjanjian harus mempedomani Pasal 1320 KUH Perdata.
Pasal 1320
KUH Perdata menentukan empat syarat sahnya perjanjian:
1.
Kesepakatan
Yang
dimaksud dengan kesepakatan di sini adalah adanya rasa ikhlas atau saling
memberi dan menerima atau sukarela di antara pihak-pihak yang membuat
perjanjian tersebut. Kesepakatan tidak ada apabila kontrak dibuat atas dasar
paksaan, penipuan atau kekhilafan.
2.
Kecakapan
Kecakapan
di sini artinya para pihak yang membuat kontrak haruslah orang-orang yang oleh
hukum dinyatakan sebagai subyek hukum. Pada dasarnya semua orang menurut hukum
cakap untuk membuat kontrak. Yang tidak cakap adalah orang-orang yang
ditentukan hukum, yaitu anak-anak, orang dewasa yang ditempatkan di bawah
pengawasan (curatele), dan orang sakit jiwa.
Anak-anak
adalah mereka yang belum dewasa yang menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan belum berumur 18 (delapan belas) tahun. Meskipun belum
berumur 18 (delapan belas) tahun, apabila seseorang telah atau pernah kawin
dianggap sudah dewasa, berarti cakap untuk membuat perjanjian.
3. Hal
tertentu
Hal
tertentu maksudnya objek yang diatur kontrak tersebut harus jelas,
setidak-tidaknya dapat ditentukan. Jadi tidak boleh samar-samar. Hal ini
penting untuk memberikan jaminan atau kepastian kepada pihak-pihak dan mencegah
timbulnya kontrak fiktif. Misalnya jual beli sebuah mobil, harus jelas merk
apa, buatan tahun berapa, warna apa, nomor mesinnya berapa, dan sebagainya.
Semakin jelas semakin baik. Tidak boleh misalnya jual beli sebuah mobil saja,
tanpa penjelasan lebih lanjut.
4. Sebab
Yang Dibolehkan
Maksudnya
isi kontrak tidak boleh bertentangan dengan perundang-undangan yang sifatnya
memaksa, ketertiban umum, dan atau kesusilaan. Misalnya jual beli bayi adalah
tidak sah karena bertentangan dengan norma-norma tersebut. KUH Perdata
memberikan kebebasan berkontrak kepada pihak-pihak membuat kontrak secara
tertulis maupun secara lisan. Baik tertulis maupun lisan mengikat, asalkan
memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam Pasal 1320 KHU Perdata. Jadi, kontrak
tidak harus dibuat secara tertulis.
sistem
hukum di Indonesia tidak mengenal istilah gentlement agreement. Prisip hukum
yang berlaku adalah agreement is agreement. Tidak peduli apapun istilah yang
dipakai. Adal syarat-syarat suatu kontrak, antara lain seperti tersebut dalam
pasal 1320 KUH Perdata sudah dipenui, maka perjanjian tersebut sudah mengikat
secara hukum, walaupun dibuat dalam bentuk yang sangat sederhana sekalipun.
Bahkan kontrak-kontrak lisanpun sama kekuatan mengikatnya. Hanya jika kontrak
dibuat secara lisan, terdapat kesulitan dari segi evidensinya. Karenanya, hal
ini sangat tidak dianjurkan.
Pasal 1320
KUH Perdata tersebut menentukan bahwa suatu kontrak sudah sah jika terpenuhi
syarat (1) adanya kesepakatan kehendak, (2) cakapp berbuat (cukup umum, waras),
(3) hal yang spesifik, (4) sebab yang diperbolehkan. Jika keempat syarat
tersebut sudah dipenuhi, maka kontrak sudah sah dan mengikat secara hukum.
Tidak peduli apapun nama yang diberikan kontrak yang bersangkutan. Apakah
namanya agreement, contract, atau cuma MOU saja. Dalam praktek, untuk
menghindari keragu-raguan dari kekuatan hukum suatu MOU, sering juga dihindari
pemakaian nama MOU, tetapi memakai nama netral seperti cooperation Agreement
atau Agreement saja.
HUKUM HUBUNGAN KARYAWAN DENGAN PERUSAHAAN
Di dalam menjalankan
kegiatan suatu perusahaan yang dipimpin oleh seorang pengusaha tidak mungkin
melakukan usahanya seorang diri, apalagi jika perusahaan tersebut dalam skala
besar. Oleh karena itu diperlukan bantuan orang/pihak lain untuk membantu melakukan
kegiatan-kegiatan usaha tersebut. Pembantu-pembantu dalam perusahaan dapat
dibagi menjadi 2 fungsi :
a. Membantu didalam perusahaan.
b. Membantu diluar perusahaan.
Hubungan hukum yang terjadi diantara pembantu dan pengusahanya, yang termasuk
dalam perantara dalam perusahaan dapat bersifat :
·
Hubungan perburuhan, sesuai pasal 1601 a KUH Perdata.
·
Hubungan pemberian kuasa, sesuai pasal 1792 KUH Perdata.
·
Hubungan hukum pelayanan berkala, sesuai pasal 1601 KUH Perdata
Pengusaha adalah seseorang yang melakukan
atau menyuruh melakukan perusahaannya. Dalam menjalankan perusahannya pengusaha
dapat:
a.
Melakukan sendiri, Bentuk
perusahaannya sangat sederhana dan semua pekerjaan dilakukan sendiri, merupakan
perusahaan perseorangan.
b.
Dibantu oleh orang lain, Pengusaha
turut serta dalam melakukan perusahaan, jadi dia mempunyai dua kedudukan yaitu
sebagai pengusaha dan pemimpin perusahaan dan merupakan perusahaan besar.
c.
Menyuruh orang lain melakukan usaha
sedangkan dia tidak ikut serta dalam melakukan perusahaan, Hanya memiliki satu
kedudukan sebagai seorang pengusaha dan merupakan perusahaan besar.
Sebuah
perusahaan dapat dikerjakan oleh seseorang pengusaha atau beberapa orang pengusaha
dalam bentuk kerjasama. Dalam menjalankan perusahaannya seorang pengusaha dapat
bekerja sendirian atau dapat dibantu oleh orang-orang lain disebut
“pembantu-pembantu perusahaan”. Orang-orang perantara ini dapat dibagi dalam
dua golongan.
Golongan pertama
terdiri dari orang-orang yang sebenarnya hanya buruh atau pekerja saja dalam
pengertian BW dan lazimnya juga dinamakan handels-bedienden. Dalam golongan ini
termasuk, misal pelayan, pemegang buku, kassier, procuratie houder dan
sebagainya. Golongan kedua terdiri dari orang-orang yang tidak dapat dikatakan
bekerja pada seorang majikan, tetapi dapat dipandang sebagai seorang lasthebber
dalam pengertian BW. Dalam golongan ini termasuk makelar, komissioner.
Namun, di
dalam menjalankan kegiatan suatu perusahaan yang dipimpin oleh seorang
pengusaha tidak mungkin melakukan usahanya seorang diri, apalagi jika
perusahaan tersebut dalam skala besar. Oleh karena itu diperlukan bantuan
orang/pihak lain untuk membantu melakukan kegiatan-kegiatan usaha tersebut.
Pembantu-pembantu
dalam perusahaan dapat dibagi menjadi 2 fungsi :
1. Membantu didalam perusahaan
1. Membantu didalam perusahaan
2..
Membantu diluar perusahaan
1. Adapun
pembantu-pembantu dalam perusahaan antara lain:
a)
Pelayan toko
b)Pekerja keliling
c) Pengurus filial.
d) Pemegang prokurasi
e) Pimpinan perusahaan
Hukum Bisnis
di Indonesia
Sebenarnya,
dasar-dasar hukum bisnis sudah lama sekali ada di Indonesia. Paling tidak,
dasar hukum yang tertulis sudah ada dalam kitab Undang-undang Hukum Dagang dan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang mulai diberlakukan di Indonesia sejak
tahun 1848 berdasarkan asa konkodansi. Bahkan, dasar-dasar dari hukum bisnis
yang sangat tradisional sudah terlebih dahulu ada, baik dalam hukum adat
(seperti hukum kontrak/perjanjian adat), atau hukum jual beli dagang secara
sederhana yang mengatur interaksi jual beli rakyat Indonesia dengan para
saudagar asing kala itu, seperti dengan saudagar-saudagar Portugis Belanda,
Arab, Hindustan, dan lain-lain.
Namun
demikian, dasar hukum dari hukum bisnis di Indonesia yang tertulia adalah
sebagai berikut:
1. KUH
Dagang yang belum banyak di ubah.
2. KUH
dagang yang sudah banyak berubah.
3. KUH
Dagang yang sudah diganti dengan Perundang-undangan yang baru.
4. KUH
Perdata yang belum banyak diubah.
5. KUH
Perdata yang sudah banyak berubah.
6. KUH
Perdata yang sudah diganti dengan Perundag-undangan yang baru.
7.
Perundang-undangan yang tidak terikat dengan KUH Dagang maupun KUH Perdata.
Berikut ini
penjelasan dari masing-masing kategori tersebut, yaitu sebagai berikut:
1. KUH
Dagang yang belum banyak di ubah
Masih banyak
ketentuan dalam KUH Dagang yang pada prinsipnya belum berubah yang mengatur
tentang berbagai aspek dari hukum bisnis, meskipun sudah barang tentu sudah
banyak dari ketentuan tersebut yang sudah usang dimakan zaman.
Ketentuan-ketentua dalam KUH Dagang yang pada prinsipnya masih berlaku adalah
pengaturan tentang hal-hal sebagai berikut:
a. Keagenan
dan distributor (makelar dan komisioner)
b. Surat
berharga (wesel, cek dan aksep)
c.
Pengangkutan laut
2. KUH
Dagang yang sudah banyak berubah
Disamping
itu, masih ada ketentuan dalam KUH Dagang yang pada prinsipnya masih berlaku,
akan tetapi telah banyak berubah yang mengatur tentang berbagai aspek dari
hukum bisnis. Ketentuan-ketentuan dalam KUH Dagang yang pada prinsipnya masih
berlaku, tetapi telah banyak berubah adalah pengaturan tentang hal-hal berikut:
a. Pembukuan
Dagang
b. Asuransi
3. KUH
Dagang yang sudah diganti dengan Perundang-undangan yang baru
Selanjutnya,
ada juga ketentuan dalam KUH Dagang yang telah dicabut dan diganti dengan
perundang-undangan yang baru sehingga secara yuridis formal tidak berlaku lagi.
Yakni ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang berbagai aspek dan hukum bisnis
berupa:
a. Perseroan
Terbatas
b. Pembukuan
Perseroan
c. Reklame
dan penuntutan kembali dalam kepailitan
4. KUH
Perdata yang belum banyak diubah
Kemudian,
masih ada ketentuan dalam KUH Perdata yang pada prinsipnya belum berubah yang
mengatur tentang berbagai aspek dari hukum bisnis. Ketentuan-ketentuan dalam
KUH Perdata yang pada prinsipnya masih berlaku adalah pengaturan tentang
hal-hal sebagai berikut:
a. Kontrak
b. Jual Beli
c. Hipotik
(atas Kapal)
5. KUH
Perdata yang sudah banyak berubah
Disamping
itu, masih ada ketentuan dalam KUH Perdata yang pada prinsipnya masih berlaku,
tetapi telah banyak berubah yang mengatur tentang berbagai aspek dari hukum
bisnis. Ketentuan-ketentuan dalam KUH Perdata yang pada prinsipnya masih
berlaku, tetapi telah banyak berubah adalah pengaturan tentang hal sebagai
berikut:
- Perkreditan
(Perjanjian Pinjam_meminjam)
6. KUH
Perdata yang sudah diganti dengan Perundang-undangan yang baru
Selanjutnya,
ada juga ketentuan dalam KUH Perdata yang telah dicabut dan diganti dengan
perundang-undangan yang beru sehingga secara yuridis formal tidak berlaku lagi.
Yakni ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang berbagai aspek dari hukum
bisnis berupa:
a. Hak
tanggungan (dahulu hipotik atas tanah)
b.
Perburuhan
7.
Perundang-undangan yang tidak terkait dengan KUH Dagang maupun KUH Perdata
Banyak juga
ketentuan perundang-undang an Indonesia yang mengatur berbagai facet dari hukum
bisnis yang tidak erikat, baik dengan KUH Dagang maupun dengan KUH Perdata.
Ketentuan yang tidak terikat dengan KUH Perdata atau KUH Dagang tersebut,
antara lain adalah ketentuan-ketentuan tentang hal-hal sebagai berikut:
a.
Perusahaan Go Public dan pasar modal
b. Penanaman
modal asing
c.
Kepailitan dan likuidasi
d. Akusisi
dan merger
e.
Pembiayaan
f. Hak atas
kekataan intelektual (HAKI)
g. Anti
monopoli
h.
Perlindungan konsumen
i.
Penyelesaian sengketa bisnis
j. Bisnis
internasional
sumber:
Langganan:
Komentar (Atom)